Assalamualaikum, siswa-siswa yang
Ibu banggakan.
Tak terasa sudah
memasuki minggu kedua pembelajaran tatap muka diliburkan dan diganti dengan
pembelajaran daring. Ibu harap kalian selalu menjaga kesehatan dan selalu
#dirumahaja.
Pada bagian sebelumnya, kita sudah membahas mengenai
tentang ciri unsur drama modern dan tradisional serta menginterpretasi drama.
Cobalah cermati kembali naskah drama “Batu Menangis”, ibu harap di antara
kalian tidak ada yang ingin menjadi Cantika. Drama memiliki karakteristik
berupa struktur yang terdiri atas prolog, dialog, dan epilog. Baik, agar dapat
lebih mudah kalian pahami berikut pembahasannya.
1. STRUKTUR DRAMA
A. Prolog
Prolog
merupakan pembukaan yang dapat berupa pendahuluan atau pengantar dari pemain,
biasanya pemain utama. Prolog sangat berperan dalam menyiapkan pikiran penonton
agar dapat mengikuti cerita yang akan disajikan. Itulah sebabnya, prolog sering
berisi sinopsis cerita, pengenalan tokoh dan pemeranannya, serta
konflik-konflik yang akan terjadi.
Contoh:
Dahuku kala, hiduplah
seorang janda miskin, Mak Daliyah namanya. Ia tinggal di sebuah gubuk reyot
di pinggir hutan. Ia bekerja di ladang sempit peninggalan mendiang suaminya.
Sepulang dari berladang, Mak Daliyah mencari kayu bakar di hutan. Kayu-kayu
bakar itu kemudian dijualnya di perkampungan penduduk yang jauh dari tempat
tinggalnya. Mak Daliyah mempunyai seorang anak gadis. Cantika namanya. Sesuai
namanya, wajah Cantika amatlah cantik.
Sore itu gelap. Matahari
sebentar lagi tenggelam. Satrio, kelas VIII SMP, baru saja pulang dari ekskul
sepak bola dengan mengenderai sepeda. Ia sangat lelah dan ingin buru-buru
sampai ke rumah untuk beristirahat. Ia pun mengayuh sepedanya lebih cepat. Ia
sama sekali tidak tahu apa yang akan mengadang jalannya.
|
B.
Dialog
Dialog merupakan percakapan
yang dilakukan antartokoh untuk menggambarkan rangkaian peristiwa. Dialog
berperan sangat penting karena menjadi karakter suatu cerita. Artinya, rangakaian
peristiwa diketahui melalui dialog antar tokoh. Selain dialog, juga ada monolog,
yang artinya adegan cerita dengan tokoh
tunggal yang membawakan percakapan seorang diri.
Lebih lanjut, selain dialog dan monolog, ada juga percakapan dalam drama
yang disebut dengan senandika. Senandika merupakan percakapan tokoh dengan
dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan,
firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk
menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar. Senandika berbeda
dengan monolog karena monolog artinya berbicara satu arah pada orang lain
sedangkan senandika adalah berbicara dengan dirinya sendiri.
Contoh:
Dialog
Mak Daliyah : (kelelahan)
Cantika, anakku. Ibu lelah sekali. Tolong kamu masak, ya,
untuk makan malam nanti.
Cantika : (sedang bersolek di muka cermin) Memangnya Mak dari mana?
(menyahut
tanpa menoleh)
Mak Daliyah : Mak dari ladang kemudian ke hutan,
mencari kayu bakar, untuk dijual
besok.
Cantika : Aduh, Mak. Lihat, anakmu sudah
secantik ini, masa disuruh masak?
Nanti bau
minyak, tangan jadi kotor. Susah, harus dandan lagi. (masih
sibuk bersolek)
Mak Daliyah : (menghela
napas panjang) Memangnya kamu mau ke mana?
Mengapa kamu
merias diri?
|
Monolog
Mengapa semua hal itu terasa sangat
indah saat dilalui bersamamu? Kau tahu Ibu, dari semua hal yang ada di dunia
ini, aku lebih suka untuk selalu duduk di sampingmu. Menceritakan tentang hal
apa saja yang telah ku lalui. Bagiku, hal sederhana ini jauh lebih
menenangkan dibandingkan dengan mendengarkan alunan musik yang damai. Ibu,
lihatlah anakmu ini. Aku ingin sekali menjadi sosok yang terbaik di dalam
hidupmu. Ibu, aku berjanji akan selalu menjadi seseorang yang bisa engkau
banggakan. Ibu, anakmu ini ingin sekali selalu berada disampingmu untuk
selamanya. Aku sayang ibu.
(percakapan seorang anak
di depan pusara ibunya)
|
Senandika
“Huuh,
cepat atau lambat aku pasti menguasai hartanya.”
“Rasakan
pembalasanku nanti!”
“Ya
ampun, ternyata lelaki itu sangat tampan sekali.”
“Aha,
aku punya ide.”
Sumber
gambar: (instagram @akubahasa.id)
|
C. Epilog
Epilog
merupakan bagian penutup yang ditujukan menyampaikan intisari cerita atau
menafsirkan maksud cerita. Biasanya berisi simpulan atau ajaran yang bisa
diambil dari cerita.
Contoh
Semuanya
telah terlambat bagi Cantika. Mak Daliyah hanya terdiam. Akhirnya seluruh
tubuh Cantika berubah menjadi batu. Batu jelmaan Cantika itu terus meneteskan
air seperti air mata penyesalan yang menetes dari matanya. Orang-orang yang
mengetahui adanya air yang terus menetes dari batu itu pun menyebutnya “Batu
Menangis”.
Lantas mereka semua
menjalani hukuman dengan penuh canda dan tawa. Ternyata persahabatan dapat
menjadikan semuanya lebih baik.
|
Selain struktur berupa prolog, dialog, dan epilog, naskah
drama memuat bagian penting yang disebut wawancang dan kramagung. Wawancang adalah dialaog atau percakapan yang
harus diucapkan oleh tokoh cerita. Sedangkan kramagung adalah petunjuk
perilaku, perbuatan, atau tindakan yang dilakukan tokoh. Dalam naskah, bagian
ini biasanya ditulis dalam kurung dan dicetak miring. Sikap fisik atau bahasa
tubuh yang dideskripskan dalam kramagung biasanya dilakukan secara bersamaan
dengan wawancang dalam dialog. Ada kalanya, dialog hanya berisi kramagung
sehingga tokoh hanya melakukan gerakan tanpa mengucapkan kata-kata. Berikut contoh wawancang dan kramagung.
Kramagung yang dilakukan
secara bersamaan dengan wawancang dalam dialog.
Mak Daliyah : (berlinang air mata, berlutut dan berdoa)
Ya, Tuhan, mohon sadarkan anak
hamba. Berilah ia hukuman yang setimpal.
Cantika : (mendadak
tidak bisa bergerak) Aduh, apa dengan tubuhku? (menatap kedua tangannya dengan ngeri) Kenapa aku tidak bisa
bergerak? (menatap Mak Daliyah penuh
penyesalan dan menangis) Mak, ampuni aku! Ampuni kedurhakaan anakmu ini,
Mak. (terus menangis hingga tak lagi
bersuara dan tak bergerak)
Dialog yang hanya berisi
kramagung.
Anton: (diam
sendiri, berjalan hilir mudik)
Rini: (membisu)
Kardi: (terbengong)
Satrio: (langsung
menoleh ke belakang dan terkejut)
Danu: (meninju
tepalak tangan kirinya dengan tinju kanan)
|
Selain struktur dan unsur drama sarana pertunjukan juga
dapat menjadi penunjang pertunjukan sebuah drama. Sarana pertunjukan tersebut
adalah tata panggung, tata lampu, tata kostum, dan tata rias.
Struktur Isi Drama
A. Orientasi
Orientasi
merupakan bagian pengenalan tokoh, latar, maupun suasana dalam sebuah
peristiwa.
Dahuku kala, hiduplah
seorang janda miskin, Mak Daliyah namanya. Ia tinggal di sebuah gubuk reyot
di pinggir hutan. Ia bekerja di ladang sempit peninggalan mendiang suaminya.
Sepulang dari berladang, Mak Daliyah mencari kayu bakar di hutan. Kayu-kayu
bakar itu kemudian dijualnya di perkampungan penduduk yang jauh dari tempat
tinggalnya. Mak Daliyah mempunyai seorang anak gadis. Cantika namanya. Sesuai
namanya, wajah Cantika amatlah cantik.
|
B. Konflik
Konflik
merupakan ketegangan atau pertentangan yang dialami tokoh dalam sebuah cerita
Gerombolan : (terdiri
dari tiga anak SMA, tiba-tiba muncul mengadang jalan)
Satrio : (terkejut dan langsung mengerem sepedanya, mengamati gerombolan dengan
heran). Apa-apaan mereka ngalangin jalanku? (berbisik)
Anak
SMA 1 : Oi, bocah! Kamu yang
namanya Satrio, ‘kan? (nada mengancam)
Satrio : Bener! Emangnya kenapa? (tidak gentar)
Anak
SMA 1 : Kamu ‘kan yang ngalahin
adikku di kompetisi sepak bola SMP kemarin?
Satrio : (terdiam
sebentar, mengingat-ingat) Oh, tim SMP Nusantara? Mereka
emang pantes kalah. Beknya keropos! Merem
aja aku bisa bikin gol!
Anak
SMA 2 : Belagu banget! (beranjak maju)
Anak
SMA1 : (menahan anak SMA 2 dengan sebelah tangannya) Jangan kepancing.
Dia emang pinter bikin orang emosi. Karena
itu juga adikku yang jenius itu bisa kalah. Ngadepin anak begini, kita harus
kepala dingin.
Anak
SMA 3 : Terus, mau diapain,nih,
anak?
|
C. Klimaks
Klimaks
merupakan puncak ketegangan. Dalam sebuah cerita klimaks adalah titik tertinggi
dari sebuah peristiwa, biasanya berupa puncak titik balik dari perjalanan
konflik yang semakin memuncak dan akhirnya mencapai penurunan.
Anak
SMA 1 : (mengeluarkan sebuah sepak bola dari ranselnya) Kita akan bikin
dia malu abis-abisan dengan sepak bola. Kita bikin dia enggak akan mau maen
bola lagi!
Satrio : (tersenyum yakin, menstandarkan sepedanya, melepas ranselnya, dan maju
dengan percaya diri) Heh. Menarik juga. Ayo, kakak-kakak SMA, maju
sekaligus bertiga juga pasti kau layani!
Anak
SMA 1 : Sebentar lagi senyummu
itu bakal ilang! Kalau kamu bisa ngambil bola ini dari kaki kami, kami
mengaku kalah. Ayo, sini!
Satrio : Itu, sih,
keciiiill (berlari menerjang)
(Anak SMA 1, 2, dan 3 terus mengoper-oper bola dengan
cepat dan akurat sehingga Satrio selalu gagal mengambilnya)
Satrio : (kehabisan napas, menunduk lelah) Hhh, hhh. Kenapa begini? Kenapa aku
enggak bisa ngambil bolanya? Siapa
Kakak-Kakak ini sebenarnya?
Anak
SMA 1 : (tertawa puas) Hahahaha! Sudah kubilang aku bakal ngapus senyummu
itu! Ayoo, maju sini! (memain-mainkan
bola di kakinya, meledek Satrio)
Satrio : Huh! (maju menerjang lagi dengan sisa-sisa tenaga)
Anak
SMA 1 : Percuma! (mengoper bola ke anak SMA 2, namun
operannya dipotong seseorang yang tiba-tiba muncul) Si…. Siapa kamu? (Terkejut)
Arya : Siapa lagi? (tersenyum dengan bola di kakinya)
Satrio : (menatap Arya dengan sangat terkejut) Arya?
Arya : Hehe. Mana mungkin aku
ngebiarin kamu kesulitan dipermainkan
Kakak-Kakak
senior kita ini.
Satrio :
Senior? Jadi mereka bertiga juga dari Harapan Bangsa? Pantas saja
mereka lihai… Huh, sekarang masih dua lawan
tiga.
Arya : Dua? Lihatlah di
belakangmu. (menunjuk belakang dengan
ibu jarinya)
Satrio : (langsung menoleh ke belakang dan terkejut) Danu!
Danu : (meninju
telapak tangan kirinya dengan tinju kanan). Yo, Satrio.
Sekarang
tiga lawan tiga! Ayo, permainan yang sebenarnya baru aja dimulai!
Satrio : (terharu) Teman-teman…
Anak
SMA 1 : Wah, sang trio legendaris SMP Harapan Bangsa:
Satrio, Danu, dan Arya,
akhirnya berkumpul juga. Ini bakal menarik!
….
|
D. Resolusi
Resolusi
adalah tahap penyelesaian suatu masalah yang dihadapi tokoh. Resolusi mampu menghasilkan rasa kepuasan dan
kemantapan. Penonton akan mampu melihat secara jelas bagaimana akhir cerita
yang akan muncul.
Mak Daliyah : (terkejut
dan sangat sedih) Cantika, anakku! Aku, ini ibumu, orang yang
melahirkanmu. Sungguh, sangat durhaka jika engkau berani mengganggapku
sebagai pembantumu! Sadarlah engkau, wahai anakku.
Cantika : (menggeleng-geleng sambil menutup telinga)
Tidak! Tidak! Malu, aku mengakui engkau sebagai ibuku. Malu! Lihat… aku gadis
cantik seperti ini. Sementara engkau, dengan pakaianmu yang lusuh seperti itu
mau mengakui sebagai ibuku. Pemuda itu pasti akan lari kalau aku mengakui
engkau sebagai ibuku. Pokoknya TIDAK! (berteriak)
Mak Daliyah : (berlinang air mata, berlutut dan berdoa)
Ya, Tuhan, mohon sadarkan anak
hamba. Berilah ia hukuman yang setimpal.
Cantika : (mendadak tidak bisa bergerak) Aduh,
apa dengan tubuhku? (menatap kedua
tangannya dengan ngeri) Kenapa aku tidak bisa bergerak? (menatap Mak Daliyah penuh penyesalan dan
menangis) Mak, ampuni aku! Ampuni kedurhakaan anakmu ini, Mak. (terus menangis hingga tak lagi bersuara
dan tak bergerak)
|
2.
KAIDAH
KEBAHASAAN DRAMA
Bahasa yang digunakan pada teks drama
sudah tentu memiliki kaidah kebahasaan yang tidak sama dengan kaidah kebahasaan
pada teks lain. Berikut beberapa kaidah kebahasaan yang terdapat pada teks
drama.
A. Bahasa
yang dipakai pada dialog boleh tidak baku
Kata maupun kalimat
pada dialog boleh tidak baku. Ini karena dialog tentu disesuaikan dengan
kenyataan. Sebagai contoh, ada seorang tokoh dari Aceh. Ia sedang berbicara
dengan ibunya di rumah tentunya menggunakan bahasa Aceh. Sudah sewajarnya
dialog tersebut menggunakan bahasa Aceh.
B. Banyak
menggunakan verba (kata kerja) di bagian petunjuk lakuan
1. Verba
aktif adalah verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau menunjukkan
perbuatan.
Contoh: Satrio menerjang dengan berani.
Cantika memoles wajahnya dengan bedak.
2. Verba
pasif adalah verba yang subjeknya berperan sebagai penderita atau sasaran
tindakan.
Contoh: Satrio diadang oleh sekelompok anak SMA.
Cantika digoda oleh pemuda di pasar.
C. Banyak
menggunakan nomina (kata benda)
Nomina adalah kelas
kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, semua benda, atau segala hal
yang dibendakan.
Jenis Nomina
|
Contoh
|
Nomina berdasarkan arti
|
|
Kata
benda konkret (wujud)
|
Rumah,
buku, boneka, kapur
|
Kata
benda abstrak (tidak berwujud)
|
Kemerdekaan,
keyakinan, pikiran
|
Nomina
berdasarkan bentuk
Kata benda dasar
|
Kata
benda yang belum mendapatkan imbuhan misalnya, kota, hutan, makan
|
Kata benda turunan
|
Kata
benda yang sudah mendapatkan imbuhan misalnya, perkotaan, kehutanan, makanan
|
D. Banyak
menggunakan kata si dan sang
Untuk mendramatisasi
suatu panggilan, kata si dan sang sangat berpengaruh. Misalnya, kata pemimpi dan cantik saja sangat berbeda kedengarannya dengan sang pemimpi dan si cantik.
E. Banyak
menggunakan pronomina (kata ganti)
1. Kata
ganti orang, misalnya aku, kamu, dia,
mereka.
2. Kata
ganti pemilik, misalnya bukuku, ibunya.
3. Kata
ganti pentunjuk, misalnya ini, itu, yang
di sana.
Contoh:
Unsur
kebahasaan
|
Contoh
|
Kata
tidak baku
|
Ngadepin, enggak, pantes,
emang, bikin
|
Verba
Aktif
|
Satrio mengayuh sepeda dengan cepat.
|
Pasif
|
Cantika disuruh masak oleh Mak Daliyah.
|
Nomina
|
Bola, ransel, Cantika,
pemuda, Mak Daliyah, Satrio, Danu, Arya, sepeda
|
Kata
si dan sang
|
Sang
trio legendaris
|
Pronomina
|
Kalian
dilarang ngamen di tempat ini!
|
Anak-anak yang Ibu sayangi, Ibu rasa sudah cukup
pembahasan kita mengenai struktur dan kebahasaan drama. Apakah ada pertanyaan?
Sila hubungi Ibu jika ada pembahasan yang masih belum dipahami. Selanjutnya,
jika sudah paham kerjakan tugas berikut ini.
Tugas
Kerjakan
tugas berikut berdasarkan naskah drama yang terdapat dalam buku Bupena Bahasa
Indonesia halaman 109 sampai 112.
A.
Tentukan
struktur teks drama tersebut dalam kolom berikut.
Struktur
|
Penjabaran
Unsur
|
Isi
|
Prolog
|
Latar (tempat, waktu,
suasana)
Tokoh
|
|
Dialog
|
Monolog….
Senandika….
Wawancang….
Kramagung….
|
Orientasi….
Konflik....
Klimaks….
Resolusi ….
|
Epilog
|
Amanat yang dapat dipetik
|
|
B.
Tentukan
kaidah kebahasaan teks drama tersebut dalam kolom berikut.
Kaidah Kebahasaan
|
Kalimat dalam Teks
|
Contoh Kalimat
|
Kata
tidak baku
|
|
|
Kata
kerja
|
|
|
Kata
benda
|
|
|
Pronomina
|
|
|
Kalimat
Tanya
|
|
|
Kalimat
perintah
|
|
|
Kalimat
berita
|
|
|
Penyusun: Resky
Septrina, M.Pd.
Untuk : Siswa kelas VIII-6 s.d. VIII-9
Sumber : Buku Mahir Berbahasa Indonesia Erlangga
Mandiri Bahasa Indonesia
Erlangga
Bupena Bahasa Indonesia
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar